Jajuli Gunawan, Perempuan Pengemudi Tronton, Triton, dan Kini Bus Antarprovinsi
Menyetir sendirian tanpa kernet, ketemu bajing loncat, dan pecah ban di tengah hutan pernah dialami, tapi Jajuli Gunawan mengaku tak punya pengalaman menyedihkan sebagai sopir kendaraan berat. Sempat dikira laki-laki saat melamar sebagai sopir bus.
”PAS lihat SIM-nya di surat lamaran, saya sampai bolak-balik ngecek. Ini perempuan beneran atau gimana,” ucap Susanto, kepala operasional PO Agra Mas wilayah Jawa Tengah, Jogjakarta, dan Jawa Timur.
Dia tengah membicarakan lamaran yang dikirim Jajuli Gunawan dua tahun lalu. Untuk memastikan, pria yang biasa disapa Om Gepeng itu lalu menelepon langsung.
”Lho Pak, saya perempuan tulen, saya ibu rumah tangga. Kalau ndak percaya, silakan cek sendiri,” ucap Susanto menirukan jawaban Jajuli di telepon.
Dengan rambut cepak, jalan tegap, dan suara serak, bahkan yang melihatnya langsung, memang tidak sedikit yang salah kira. Termasuk polisi patroli jalan raya (PJR) yang kerap dia temui di jalanan. ”Sering banget lah saya dipanggil ’Pak’,” tutur Jajuli, lantas tertawa.
Jajuli perempuan tangguh. Kepiawaian ibu empat anak itu di balik kemudi telah mengantarkannya melewati rute-rute ekstrem sepanjang Jawa sampai Sumatera dengan menggunakan kendaraan-kendaraan ”raksasa.”
Rekam jejak itu pulalah yang akhirnya meyakinkan Susanto merekrut Jajuli sebagai driver Agra Mas dua tahun lalu. Itu kali pertama Agra Mas memercayakan kendaraan mereka dikemudikan seorang perempuan sejak perusahaan tersebut beroperasi pada 2013.
Melihat daftar pengalaman ibu empat anak tersebut mengemudikan kendaraan berat, tidak sulit bagi Agra Mas langsung menerimanya sebagai karyawan. Pasalnya, sebelum pindah haluan jadi sopir bus, Jajuli sudah punya pengalaman panjang 15 tahun mengendarai kendaraan berat.
Truk engkel (enam roda), truk trintin (delapan roda), tronton (10 roda), hingga trinton (12 roda) sudah pernah dia jinakkan. ”Selama 15 tahun itu saya angkut semen dari Cilegon ke Gresik sebulan empat kali. Sekali PP (pulang-pergi) dikasih waktu seminggu di jalanan dan sendirian, ndak pakai kernet. Kirim ke Sumatera dan Bali juga pernah,” ucap Jajuli saat ditemui di kantor PO Agra Mas, Wonogiri.
Selama menjalani pekerjaan tersebut, berbagai pengalaman ekstrem sudah pernah dihadapi perempuan 37 tahun itu. Dari ketemu bajing loncat (penjahat jalanan yang biasa menyatroni truk antarkota, Red) di jalan lintas Sumatera hingga pecah ban tengah malam saat hujan di tengah hutan.
”Sampean pernah nggak lihat ban mobil sampean lepas, terus jalan sendiri ngglundung di depan sampean. Saya sudah pernah itu,” ucap ibu empat anak itu, lantas tertawa.
Meski demikian, perempuan asal Sleman, Jogjakarta, itu mengaku tidak pernah kapok menjalani pekerjaan sebagai driver kendaraan berat. Dia begitu menikmatinya. Bahkan, saat ditanya pengalaman menyedihkan, dia malah menyebut tidak ada.
Jajuli mulai bersentuhan dengan dunia jalanan tersebut sejak menikah dengan Bambang Purnomo pada 2004. Saat itu, sang suami bekerja sebagai pengemudi truk yang mengangkut bahan bakar milik Pertamina. Pekerjaan tersebut masih dilakoni Bambang sampai saat ini.
Awalnya, dia kerap mendampingi sang suami jalan. Dari sana pula pelajaran mengenai menyetir dan segala hal terkait kendaraan dimulai.
Setahun setelah menikah, dia sudah punya SIM B2. Faktor ekonomi juga turut berperan mendorongnya hingga menggeluti pekerjaan yang tak banyak diterjuni kaum hawa: menyopiri kendaraan berat.
Tiap kali dia dan suami punya jadwal menyetir barengan, otomatis anak-anak mereka harus ditinggal di rumah. ”Untungnya, rumah kami dikelilingi rumah-rumah keluarga. Jadi, anak-anak bisa dititipkan,” kata perempuan yang anak tertuanya kini sudah berusia 18 tahun itu.
Pengalaman panjang mengemudikan truk beragam jenis itu juga membuat Jajuli tidak kesulitan saat pindah haluan jadi sopir bus dua tahun lalu. Kemampuannya mengatasi berbagai medan saat mengendarai kendaraan yang panjangnya lebih dari 12 meter itu sudah tidak diragukan.
Pengalaman itu pulalah yang membuatnya merasa sopir bus lebih aman dibandingkan saat menjadi sopir truk dulu. ”Kalau menyetir truk itu kan apa-apa harus mikir sendirian di jalan. Kalau bus kan ada dua kru lain yang menemani. Sopir tinggal berangkat,” ucap Jajuli.
Kini di PO Agra Mas, Jajuli dikenal sebagai pengemudi yang punya injakan kaki yang rapi dan irit bahan bakar. ”Kalau jebolan truk, memang biasanya kakinya lebih irit. Karena injakan gas dan remnya lebih sabar. Itu berpengaruh sekali dengan konsumsi bahan bakar,” ucap Menot Dewo, humas PO Agra Mas.
Pengalaman panjang itu membuat Jajuli seperti sudah sehati dengan mesin kendaraan besar manual. Berkali-kali pihak Agra Mas menawarinya memegang bus unit terbaru berjenis matik merek Scania yang speknya lebih mewah. Namun, Jajuli menolak dengan halus.
”Saya itu seperti sudah sehati dengan Hino. Sejak nyopir truk, pegangan saya selalu itu. Jadi pas ada yang nggak beres sedikit saja, saya bisa tahu dari suara mesinnya,” ucap perempuan kelahiran Sleman, Jogjakarta, 1 Juli 1985 itu. (*)
Sumber: jawapos.com
Posting Komentar